Di tengah wilayah pegunungan tengah Propinsi Papua di
Indonesia, d/h Nieuw-Guinea Belanda, terletak lembah Baliem (dahulu disebut
Grote Vallei atau Lembah Jaya). Lembah Baliem terbentang dari bagian baratlaut
sampai bagian tenggara popinsi Papua dengan ketinggian kira-kira 1650
meter di atas permukaan laut. Lembah Baliem dikelilingi puncak-puncak
pegunungan dengan ketinggian antara 2500 sampai 4500 meter. Lembah Baliem
ditemukan tak lama sebelum pecahnya Perang Dunia ke II dan untuk pertama
kali terdeteksi dari udara oleh warga asing bukan warga Papua. Sampai saat itu
Baliem dianggap sebagai daerah tidak berpenghuni. Penghuni Lembah Baliem
adalah suku Dani yang terkenal sebagai suku yang suka berperang tetapi bukan
pengayau seperti suku-suku yang tinggal di sebelah timur lembah Baliem.
Satu-satu kota besar di lembah adalah Wamena dengan jumlah penduduk 12000 jiwa.
Wamena mengimpor sebagian besar dari barang-barang kebutuhannya dari
daerah-daerah lain di Indonesia. Nama kota Wamena diambil dari nama sungai yang
mengalir melalui lembah. Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di lembah
adalah 100.000 jiwa sedangkan jumlah penghuni di desa-desa di pegunungan tinggi
adalah 750.000 jiwa.
1.Lembah
Baliem ditemukan
Lembah Baliem ditemukan secara kebetulan pada tanggal 23 Juni 1938 oleh seorang peneliti asal Amerika, Richard Archbold, saat melakukan penerbangan di atas lembah dengan pesawat terbang airnya PBY Catalina 2 bernama Guba II. Archbold , pakar ilmu hewan dan filantropis, adalah cucu industrialis minyak yang kaya raya John Dustin Archbold. Richard disekolahkan di sekolah-sekolah privat dan mengikuti kuliah di Universitas Columbia tetapi tidak pernah mengakhiri studinya. Pada tahun tiga-puluhan dia membiayai dan memimpin tiga ekspedisi ilmu hayat ke New-Guinea. Ekspedisinya yang ketiga dan yang paling ambisius dilaksanakan antara bulan April 1938 dan bulan Mai 1939 dan diarahkan pada penelitian di sisi utara Pegunungan Nassau (kini Pegunungan Jayawijaya) di pegunungan tengah. Daerah penelusuran beliau terbentang dari puncak gunung Wilhelmina (kini Puncak Trikora) sampai sungai Idenburg (anak sungai Memberano yang sekarang disebut Taritatu) dimana beliau melakukan penelitian terhadap vegetasi mulai dari tumbuh-tumbuhan di atas permukaanlaut sampai di daerah-daerah pada ketinggian 4000 meter. Selama perjalanannya beliau menggunakan pesawat terbang air yang dapat mendarat di atas permukaan danau dan sungai demi kelancaran penyediaan kebutuhan ekspedisi selain untuk melakukan pemotretan dari udara. Pada salah satu penerbangan pengintaian beliau melihat dari udara suatu kawasan dengan ladang-ladang pertanian dan kebun-kebun yang tersusun rapih disamping desa-desa. Setelah penemuan kawasan tersebut lembaga Museum of Natural History dari Amerika bersama dengan Archbold menyelenggarakan suatu ekspedisi ke kawasan ini yang merupakan ekspedisinya yang ke-empat. Ekspedisi ini mempunyai dua titik awal, yang satu adalah danau yang terletak berdekatan dengan sungai Hablifuri di Meervlakte yang kemudian dinamakan ‘Danau Archbold” dan kedua adalah “Danau Habbema”, yang terletak pada ketinggian 3225 meter di atas permukaan air dekat puncak Wilhelmina sebelah barat Lembah Baliem. Untuk ekspedisi ini direkrut 73 orang Dayak dari Borneo sebagai pekerja kuli pengangkat barang.
2.Suku
Dani: penduduk asli lembah Baliem
Penduduk asli Lembah Baliem adalah suku Dani yang terkenal sebagai suku yang suka berperang. Pada waktu lembah Baliem ditemukan terlihat bangunan menara-menara tinggi dan ramping tersebar dimana-mana yang kemudian ternyata adalah pos-pos observasi untuk memperingatkan penduduk desa apabila fihak musuh (suku-suku lain) sudah mendekat. Menara-menara tersebut berangsur dibongkar setelah pemerintah Belanda memberlakukan larangan berperang (yang akhirnya tidak berefek). Suku Dani masih ada hubungan persaudaraan dengan suku-suku yang tinggal di daerah pegunungan di sebelah barat lembah yang bernama Suku Dani Bagian Barat atau Suku Lani. Adapun terdapat suku ketiga, yaitu suku Yali, yang mendiami daerah berpenghuni tipis di lereng-lereng pegunungan tinggi Jayawijaya bagian tenggara. Suku Dani suka sekali berdandan meskipun sedang berperang. Terdapat banyak foto-foto atau gambar-gambar anggota suku Dani berpenampilan dengan potongan-potongan kecil tulang babi dipasang ke hidungnya sebagai hiasan sambil memakai topi berhiasan buluh-buluh burung cendrawasih. Kaum lelaki suku Dani biasanya memakai koteka yang panjang dan tipis. Kaum wanita Dani mengikuti pakaian khas wanita suku Yali, yaitu rok pendek terbuat dari serabut daun dengan mengusung tas anyamannya yang disebut ‘noken’ di atas punggungnya. Walaupun baru ditemukan pada tahun 1938, suku Dani akhirya menjadi suku yang paling terkenal di Nieuw-Guinea. Karena wilayah mereka merupakan salah satu wilayah yang paling subur di Papua suku Dani seringkali terpaksa melindungi dan mempertahankan daerahya dari serangan luar. Suku Dani sering juga bertikai dan berperang antar kelompok mereka sendiri.
3.Daerah
pertanian sejak berabad-abad lamanya
Lembah Baliem adalah daerah tersubur di daerah pegunungan tinggi pulau New-Guinea bagian barat. Lembah Baliem dikelilingi puncak-puncak gunung yang tinggi diantaranya ada yang mencapai ketinggian 4500 meter.
Lebih dari satu jenis ikan hidup di sungai Baliem yang mengalir melalui lembah. Luas lembah tidak melebihi 70 x 20 kilometer. Ladang-ladang di daerah lembah sejak lama sekali digunakan untuk pertanian. Sesuai tradisi kaum lelaki menggarap atau mengolah tanah sedangkan kaum wanita menanaminya dan memungut panen. Panen pertama selalu dipersembahkan kepada nenek moyang. Melalui penelitian terbukti kegiatan pertanian telah berjalan berabad-abad lamanya. Dari penelitian di bidang kepurbakalaan yang dilakukan di bagian timur wilayah Pegunungan terbukti pertanian telah berlangsung di wilayah ini sejak 9000 tahun yang lalu. Diperkirakan pulau Nieuw Guinea adalah salah satu wilayah pelopor pertanian.
Hasil utama pertanian adalah ubi. Adapun hasil lain seperti ketimun, buncis, labu, gula tebu, kacang-kacangan dan taro (keladi). Pada dekade 90-an pemerintah Indonesia melakukan eksperimen menanam padi dan sayur-sayuran sekitar wilayah Wamena dalam upaya membujuk suku Dani agar menjadikan kedua produk tersebut sebagai makanan pokok utamanya. Upaya tersebut ternyata sukses karena nasi sekarang telah menggantikan ubi sebagai makanan utama sedangkan ubi menjadi makanan untuk ternak babi. Dewasa ini hanya segelintir jenis ubi saja yang masih diingat suku Dani , sedangkan nenek moyangnya sanggup mengenali lebih dari 60 jenis.
Suku Dani memelihara babi untuk dagingnya. Setelah upaya pemerintah agar suku Dani meninggalkan kebiasaan makan daging babi (karena haram) dan menggantikannya dengan daging kambing atau domba gagal , pemerintah berupaya untuk meningkatkan mutu daging babi dengan cara mengawinsilangkan hewan babi suku Dani dengan hewan babi asal Bali (Memelihara babi diizinkan oleh agama Hindu). Oleh karena di antara babi asal Bali ada yang membawa virus penyakit ‘encefalitis’, hewan babi dari Dani terinfeksi. Sebagai akibatnya banyak orang dari suku Dani meninggal habis makan daging babi yang terinfeksi. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat Dani tidak biasa memasak daging melainkan memanggangnya dengan batu-batu panas sehingga ada bagian-bagian daging yang tetap mentah karena tidak tersentuh panas.
4.Kontak
Pertama dengan suku Dani
Kontak antara orang kulit putih
dengan suku Dani sebenarnya sudah lama terjadi tetapi secara sporadis pada abad
sebelumnya waktu berlangsungnya Ekspedisi Kedua ke Puncak Wilhelmina di Pulau
Nieuw-Guinea Selatan (1909-1910) dan Ekspedisi ke Nieuw-Guinea bagian Tengah
(1921-1922) dibawah pimpinan Overste J. Kremer. Oleh karena kedua
ekspedisi tersebut tidak singgah ke lembah Baliem wilayah ini tetap terisolasi
sampai tahun 1938.
Salah satu peserta dari Ekspedisi Kremer adalah seorang warga Swiss bernama Paul Wirz, ahli ilmu antropologi budaya. Beliau adalah pakar pertama di bidangnya yang ikut ke pulau Nieuw-Guinea. Wirz ingin menelitii budaya Papua di lembah Toli (yang diberi nama lembah –Swart oleh ekspedisi). Tulisan Wirz tentang kehidupan penduduk Papua di lembah pegunungan tinggi merupakan studi pertama tentang budaya kawasan pegunungan. Pada tanggal 4 Desember 1921 setelah melakukan perjalanan yang sangat berat sepanjang 90 kilometer melalui pegunungan tinggi, puncak Wilhelmina akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Overste Kremer, Dr. Hubrecht, Kapten van Arkel, Letnan Drost, seorang pandu dari Ambon bernama Mairuku, 22 kuli pengangkut barang dan 4 buruh paksa. Pertanyaan mengapa pemerintah kolonial setelah pencapaian prestasi ekspedisi tidak melakukan penjelajahan lebih lanjut di daerah pegunungan tengah tidak pernah terjawab dengan jelas. Lembah Toli dan bagian utara Lembah Baliem merupakan dua daerah yang padat penduduknya, lain halnya dengan Papua bagian barat. Rencana mendirikan pos pemerintah di daerah ini walaupun pernah dipertimbangkan tak pernah dilaksanakan. Penemuan danau Paniai lima belas tahun kemudian memberi semangat lagi untuk melanjutkan kegiatan penjelajahan.. Selama PD II, studi tentang lembah dan penduduknya tidak dapat dilanjutkan karena pendudukan Jepang
Salah satu peserta dari Ekspedisi Kremer adalah seorang warga Swiss bernama Paul Wirz, ahli ilmu antropologi budaya. Beliau adalah pakar pertama di bidangnya yang ikut ke pulau Nieuw-Guinea. Wirz ingin menelitii budaya Papua di lembah Toli (yang diberi nama lembah –Swart oleh ekspedisi). Tulisan Wirz tentang kehidupan penduduk Papua di lembah pegunungan tinggi merupakan studi pertama tentang budaya kawasan pegunungan. Pada tanggal 4 Desember 1921 setelah melakukan perjalanan yang sangat berat sepanjang 90 kilometer melalui pegunungan tinggi, puncak Wilhelmina akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Overste Kremer, Dr. Hubrecht, Kapten van Arkel, Letnan Drost, seorang pandu dari Ambon bernama Mairuku, 22 kuli pengangkut barang dan 4 buruh paksa. Pertanyaan mengapa pemerintah kolonial setelah pencapaian prestasi ekspedisi tidak melakukan penjelajahan lebih lanjut di daerah pegunungan tengah tidak pernah terjawab dengan jelas. Lembah Toli dan bagian utara Lembah Baliem merupakan dua daerah yang padat penduduknya, lain halnya dengan Papua bagian barat. Rencana mendirikan pos pemerintah di daerah ini walaupun pernah dipertimbangkan tak pernah dilaksanakan. Penemuan danau Paniai lima belas tahun kemudian memberi semangat lagi untuk melanjutkan kegiatan penjelajahan.. Selama PD II, studi tentang lembah dan penduduknya tidak dapat dilanjutkan karena pendudukan Jepang
5.Jatuhnya
pesawat terbang waktu PD II
Pada PD-II tentara sekutu
menelusuri kemungkinan untuk membangun landasan terbang di lembah tetapi
rencana tersebut tidak pernah dilaksanakan. Pada tanggal 13 Mei 1945 sebuah
pesawat terbang milik angkatan udara Amerika Serikat mengudara
dari basis di Hollandia untuk melakukan misi penerbangan (dikenal dengan
nama ‘Penerbangan Shangrila) di atas lembah jatuh
berkeping-keping setelah menabrak lereng gunung. 21 penumpang semuanya tentara
Amerika tewas dalam kecelakaan tersebut tetapi tiga penumpang yaitu Korporal
Margaret ‘Suzy’ Hastings dari Women’s Army Corps (WAC) serta dua rekannya
selamat. Setelah bertahan hidup selama 47 hari di dalam hutan rimba, mereka
ditemukan oleh sembilan paratrooper asal Filipina yang tengah mencari tempat
cocok untuk dijadikan landasan pendaratan bagi pesawat terbang glider. Operasi
penyelamatan yang luar biasa ini terjadi pada tanggal 2 Juli 1945 dan diliputi
majalah-majalah di Amerika seperti Life dan Reader’s Digest lengkap dengan
foto-foto.
Masyarakat Dani yang belum pernah berjumpa dengan orang luar, tentu tercengang bengang melihat prajurit militer dengan pesawat glider mereka.. Korporal Hastings akhirnya menjadi wanita yang paling sering dipotret di Amerika Serikat. Pada akhir tahun 1958 jenazah ke 21 tentara Amerika baru sempat dikebumikan. Misi pencarian jenazah mereka di tengah daerah pegunungan tinggi diprakarsai Dinas Pengurusan Jenazah dan Penguburan di bawah pimpinan dua pegawai pemerintah Belanda, yaitu Rolph Gonsalves dan Piet Bongers.
Masyarakat Dani yang belum pernah berjumpa dengan orang luar, tentu tercengang bengang melihat prajurit militer dengan pesawat glider mereka.. Korporal Hastings akhirnya menjadi wanita yang paling sering dipotret di Amerika Serikat. Pada akhir tahun 1958 jenazah ke 21 tentara Amerika baru sempat dikebumikan. Misi pencarian jenazah mereka di tengah daerah pegunungan tinggi diprakarsai Dinas Pengurusan Jenazah dan Penguburan di bawah pimpinan dua pegawai pemerintah Belanda, yaitu Rolph Gonsalves dan Piet Bongers.
6.Orang
Kulit Putih Menetapkan Diri Di Lembah
Setelah berakhirnya PD II
orang kulit putih mulai menetapkan diri di lembah Baliem. Kelompok pertama
yang datang di lembah adalah sekelompok penginjil Amerika di bawah
pimpinan Lloyd Van Stone dari Christian & Missionary Association
(CAMA). Mereka mendarat dengan pesawat terbang air di atas sungai Baliem
tanggal 20 April 1954, dan melihat untuk pertama kali budaya penduduk lembah
Baliem dalam kenyataan. Kurang lebih pada waktu yang sama pastor Kamerrer dan
Moses Kilangin berangkat dari lembah Swart menuju Baliem. Kilangin adalah
seorang Aumungme yang terkenal akan pekerjaannya pada Misi di daerah Amungme.
Kaum penginjil CAMA juga mendirikan sebuah pos penginjil di dusun Hetegima
dimana mereka membangun sebuah landasan pendaratan dalam waktu tujuh
bulan. Pada bulan Januari 1958, seorang pastor dari orde Fransiskan
bernama Arie Bokdijk, melakukan perjalanan orientasi ke lembah Baliem.
Bulan Pebruari beliau kembali ke Baliem bersama uskup Rudolf Staverman untuk
mendirikan pos Misi pertama. Pada tahun 1956 Frts Veldkamp, seorang
pemuda berumur 24 tahun, tiba dan menetapkan diri di Baliem sebagai wakil
pemerintah kolonial. Dia mendirikan suatu pos pemerintah yang diberi nama
Wamena di atas lahan kosong di tengah daerah permukiman suku-suku. . Pos
Wamena lambat laun berkembang menjadi pusat dari lembah. Salah satu tugas utama
Veldkamp adalah membangun sebuah bandara udara yang besar dimana pesawat Dakota
berpenumpang marinir dapat mendarat. Gubernur Jan Van Baal khawatir Veldkamp
seorang diri tidak sanggup mengakhiri perang antar suku Dani yang masih hidup
dalam Zaman Batu. Pada tahun 1958 Rolph Gonzales yang berumur 26
tahun diangkat untuk menggantikan Veldkamp sebagai kepala pemerintah setempat
di wilayah lembah. Dia ditugaskan melanjutkan pembangunan bandara udara agar
lembah dapat dibuka kepada dunia luar. Gonzales menjadi terkenal karena
kelakuan tegasnya sehingga dia diberi julukan ‘Godselve’ (Tuhan
sendiri),dan ‘Gunsalvo’ suatu (letusan senjata api). Dari pusat Wamena kemudian
dibangunkan jaringan jalan aspal. Wamena akhirnya menjadi
pusat pemerintahan Indonesia setempat. Bandara udara Wamena
sekarang telah berkembang menjadi bandara yang sanggup menangani kargo-kargo besar
yang diturunkan pesawat Hercules dari Amerika. Meskipun pembangunan di kota
Wamena berjalan sangat pesat , lembah Baliem tetap didominasi rumah-rumah khas
suku Dani dengan atap-atap bundar tertutup jerami.
7.Pengusiran
kaum misionaris dari Lembah
Sampai penyerahan Nieuw-Guinea
Belanda kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1969 kaum misionaris Katolik dan
kaum penginjil merupakan satu-satunya warga asing yang tinggal di lembah
Baliem. Kaum misionaris dari orde Fransiskan berangsur diganti dengan kaum pastor Fransiskan warga Indonesia
yang berasal dari wilayah lain di Nusantara. Sampai tahun 1978 hanya terdapat
suster-suster Indonesia yang masih aktif bekerja. Untuk menghindari
pengusiran dari Indonesia beberapa misionaris Fransiskan warga negara Belanda
mengalihkan kewarganegaraannya ke warga negara Indonesia. Untuk mengisi
kekosongan , maka pekerja awam dari Belanda kemudian memainkan peran di Baliem.
Misalnya seorang bernama Frans Stopel menjadi guru sekolah dasar sampai akhir
dekade 70-an. Setelah pengintegrasian Papua dengan Indonesia, banyak penduduk
asal Jawa, Sulawesi dan beberapa daerah sekitar Papua berpindah ke Papua untuk
bekerja sebagai guru, pegawai sipil atau militer. Pada tahun 1989 dalam rangka
melaksanakan program Indonesianisasi maka pemerintah Indonesia memberlakukan
peraturan bahwa semua anggota Misi yang berkewarganegaraan asing diharuskan
meninggalkan lembah Baliem. Karena semua misionaris warga negara asing
meninggalkan Indonesia Mission Aviation Fellowship (MAF) yang dikelola
oleh mereka tidak lagi beroperasi ke desa-desa terpencil, termasuk
program-program pendidikan dan sosio-budaya mereka yang berjalan di daerah suku
Dani Menurut kaum pengamat setempat peristiwa busung lapar yang terjadi
pada pertengahan dekade 90-an tidak akan menelan jiwa begitu banyak apabila
kaum misionaris dan pekerja MAF masih berada di Papua untuk menolong
penduduk. Salah satu dampak dari keberadaan pemerintah islamiah di Baliem
adalah pelarangan penjualan minuman keras. Pada tahun 2000 hasil sensus
penduduk di lembah Baliem menunjukkan bahwa 54% dari penduduk di lembah Baliem
beragama Kristen Protestan, 24% Katolik Romawi dan 21% Islam.
8.“Operasi
Koteka”
Dibawah pemerintah Indonesia
hubungan antara penguasa setempat dan penduduk Dani di lembah menjadi
tegang. Oleh penguasa setempat suku Dani selalu dianggap sebagai bangsa
yang terbelakang. Pada awal dekade 70’an, pemerintah Indonesia melakukan upaya
untuk membujuk suku Dani meninggalkan pakaian tradisionalnya, seperti koteka dan rok-rok jerami, dan
mencoba tinggal di rumah berbentuk segi empat. Pada tanggal 19 Mei tahun 1972
istri Presiden Suharto, Ibu Tien, melakukan kunjungan resmi ke Wamena dalam
rangka pelaksanaan “Operasi Koteka”. Kebanyakan militer selaku
penguasa pelaksana kebijakan tersebut menganggap suku Dani sebagai orang
biadab atau buas (kadang-kadang tidak lebih dari binatang, suatu sikap yang
dewasa ini masih sangat melekat pada kebanyakan orang Indonesia) sehingga
perlu ditangani secara kasar. Di antara penduduk Dani yang berani melawan
bahkan ada yang dibunuh. Pada tahun 1977 suku Dani melakukan pemberontakan
dibawah pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pada waktu itu suku Dani
dengan busur panah sebagai senjatanya berperang melawan tentara Indonesia
yang dipersenjatai lengkap termasuk roket, pesawat pemburu jet dan helikopter
sehingga banyak desa Dani akhirnya diratakan dengan tanah. Peperangan yang
sebagian besarnya dipusatkan sekitar wilayah pemukiman Pyramid dan
Bokondini di dalam lembah dan di bagtian utaranya memakan korban 3000 jiwa dari
suku Dani. “Operasi Koteka” berakhir sebagai suatu kegagalan total.
Selama periode 1975-1977, 1984-1985, 1996, 2000, 2003 dan Desember 2004
konflik-konflik terulang kembali sebagai akibat dari aksi-aksi perjuangan
kemerdekaan. Pada tahun 1975 dan 1984 penduduk Beliem berbondong-bondang
melarikan diri ke Papua New-Guinea.
Pada tahun 1977 pemerintah Indonesia berhasil membebaskan diri dari bahaya dengan memecahbelahkan Dani sehingga terjadi perang antar suku. Karena keamanan yang kurang memastikan maka wilayah Baliem dinyatakan sebagai daerah tertutup sampai tahun 2005.
Pada tahun 1977 pemerintah Indonesia berhasil membebaskan diri dari bahaya dengan memecahbelahkan Dani sehingga terjadi perang antar suku. Karena keamanan yang kurang memastikan maka wilayah Baliem dinyatakan sebagai daerah tertutup sampai tahun 2005.
9.Kepariwisataan
di Lembah
Rumah suku Dani berbentuk bundar
atau bujur telur dan desanya dikelilingi pagar kayu sebagai perlindungan terhadap penyerangan dari luar.
Kaum Dani adalah petani yang mempunyai kebun dengan batas-batas
yang jelas . Hal ini terdeteksi dari pesawat terbang oleh Richard Archbold pada
tahun 1938. Salah satu sebab yang membuat warga Dani terkenal adalah
karena daerahnya mudah tercapai dengan pesawat terbang. Wamena merupakan tempa
keberangkatan untuk setiap perjalanan wisata dan hampir setiap wisatawan sempat
mengunjungi suatu desa suku Dani. Di kebanyakan desa-desa yang dikunjungi
wisatawan kebiasaan tradisionil atau upacara adat diperagakan kepada
tamu-tamu. Pada Festival Lembah Beliem pergelaran perang semu selalu
merupakan bagian dari acara. Hal-hal lain yang membuat orang Dani tersohor
adalah mumi-mumi “asap” yang berumur lebih dari sebad di desa-desa
a.l. Akima. Obyek-obyek lain yang dinilai menarik adalah jembatan gantung
di Sinatma, sumber-sumber garam di Jiwika, gua Kontilola berikut lubang-lubang
karst dan pemandangan pegunungan di Danau Habbema. Lembah Beliem untuk pertama
kali dikunjungi kelompok wisatawan pada tahun 1984. Jumlah
wisatawan telah mencuat mencapai ribuan setiap tahun kebanyakan dari Jerman dan
Amerika selain kelompok-kelompok kecil dari Eropa, Australia dan lokal. Pada
tahun 1995 jumlah wisatawan ke Beliem memecahkan rekor sebesar 6019.
Sebagai akibat dari beberapa peristiwa seperti krisis moneter, aksi-aksi
kekerasan dan penculikan a.l. terhadap dua warga Belanda (Mark van der Wal dan
Martha Klein yang tengah mengandung dan dibebaskan setelah disandera
selama empat bulan), jumlah wisatawan menurun drastis juga karena daerah dinyatakan
tertutup.
0 komentar:
Posting Komentar